BUAH  NAGA

BUAH naga (Dragon Fruit) mungkin masih awam didengar di telinga masyarakat, karena pada tahun 2001 buah ini hanya ada di Israel, Australia, Thailand dan Vietnam, tetapi sekarang sudah mulai merambah pasaran Indonesia.                     
Buah ini sekarang mulai tersedia di toko buah dan pasar swalayan dan sejumlah perkebunan melirik komoditas ini lantaran budidayanya mudah dan prospek ke depan cerah dibanding buah lainnya.
Saat ini Thailand dan Vietnam merupakan pemasok buah terbesar dunia, tetapi permintaan yang dapat dipenuhi masih kurang dari 50 persen.
Pasar lokal saat ini dibanjiri produk ekspor berdasarkan catatan dari eksportir buah di Indonesia, buah naga ini masuk ke tanah air mencapai antara 200 400 ton/tahun asal Thailand dan Vietnam.
“Buah naga yang masuk ke Indonesia bahkan hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan, akan tetapi buah naga lokal tetap diminati oleh pasar, selain itu prospek pasar ekspor pun dianggap cukup menggiurkan,” kata Djoko Raino Sigit,M.Si yang sekarang juga merintis mengembangkan tanaman buah naga di Malang, Jawa Timur dan Delanggu, Jawa Tengah.
Jenis buah naga ada empat macam, pertama buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga kulit kuning daging putih (Selenicerius megalanthus).
Buah naga yang berasal dari jenis tanaman rumpun kaltes ini berasal dari Israel, dan terus dikembangkan di Australia, Thailand dan Vietnam.
“Saya melihat tanaman ini pertama di Israel, dan waktu itu ada teman dari Thailand pulang membawa bibitnya dan terus dikembangkan di negaranya sendiri sampai sekarang,” kata Djoko Raino Sigit yang juga sarjana biologi Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Setelah tahun 1997 Djoko Raino Sigit datang ke Thailand dan melihat tanaman buah naga yang bibitnya pernah dibawa dari Israel itu bisa berkembang baik.
Membawa diamdiam
Mahasiswa asal Thailand yang kuliah di luar negeri biasanya setiap pulang diwajibkan membawa tanaman yang di negaranya tidak ada dan tanamantanaman yang ada itu juga sulit untuk bisa dibawa keluar.
“Untuk mendapatkan bibit buah naga dari Thailand ini juga perlu perjuangan yang panjang, tidak semudah di Indonesia bibit tanaman apa saja sepertinya dibiarkan saja dibawa orang keluar negeri,” ujarnya.
Dia baru berhasil mendapatkan bibit buah naga tersebut setelah melakukan kerjasama dengan teman yang ada di Kedutaan Indonesia di Bangkok.
“Waktu itu saya bisa membawa pulang satu koper bibit buah naga berbentuk stekan pohonnya dan setelah tiba dirumah terus dicoba ditanam dan dikembangkan sampai sekarang,” ujarnya.
Bibit yang dibawa pulang ke tanah air itu jenis buah naga daging putih seperti dikembangkan di Thailand dan Vietnam.
Buah naga daging putih kulitnya merah dan sangat kontras dengan daging putih yang ada di dalamnya. Di dalam daging itu bertebaran bijihbijih hitam. Jenis ini banyak dijumpai di pasar lokal maupun mancanegara, bobot rataratanya 400500 gram.
Buah jenis ini bercitarasa manis bercampur masam segar, mempunyai sisik atau jumbai kehijauan di sisi luar, serta kadar kemanisannya tergolong rendah dibandingkan buah naga jenis lain, yakni 1013 briks.
Untuk mengembangkan tanaman buah naga ini, sampai sekarang (sudah tujuh tahun) Djoko Raino Sigit yang juga lulusan S2 teknik lingkungan UNS itu mengaku dibantu istrinya, Ny Endang Susilowati, SPd.
Dalam mengembangkan tanaman buah naga ini memang perlu ketekunan dan kesabaran, karena untuk merawat jenis tanaman ini memerlukan perlakuan tersendiri.
Dalam usahanya yang tanpa kenal menyerah dan putus asa dari bibit berbentuk stek satu koper itu dalam jangka waktu tujuh tahun ini telah bisa dikembangkan menjadi kebun buah naga seluas 17 hektare di Desa Purwodadi, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dan ratusan tanaman buah naga di dekat rumah sebagai kebun percontohan di Delanggu, Klaten, Jawa Tengah.
Tanaman buah naga yang berada di Desa Purwodadi dan di dekat rumah sekarang ini sudah berbuah, bahkan diperkirakan pertengahan Januari akan terjadi panen raya.
Tiap pohon umur satu tahun minimal bisa menghasilkan buah tiga kilogram, sementara harga dijual di tempat Rp27 ribu/kilogram, dan kalau sudah sampai toko buah atau pasar swalayan antara Rp35 ribu sampai Rp40 ribu/kilogram.
Tanaman buah naga yang dikembangkan ini satu tahun bisa berbuah tiga kali, dan produksinya bisa terus meningkat, asalkan dirawat dengan baik dan tidak tercemar udara dari perusahaan dan lahan seluas satu hektar bisa ditanami 6.000 pohon, katanya.
Buah naga yang sangat cocok ditanam di lahan kering, dan dalam sekali tanam usianya bisa bertahan sampai 20 tahun.
Buah naga selain mempunyai nilai ekonomis tinggi, juga memiliki khasiat bagi kesehatan manusia, di antaranya sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker, pelindung kesehatan mulut, pengurang kolestrol, pencegah pendarahan, dan obat keluhan keputihan.
Pada umumnya, buah naga dikonsumsi dalam bentuk buah segar sebagai penghilang dahaga, hal ini karena kandungan airnya yang sangat tinggi (90,2 persen) dari berat buah, serta rasanya cukup manis karena kadar gulanya mencapai 1318 briks.
Petani melirik
Hingga kini sudah cukup banyak petani yang melirik jenis tanaman buah ini, dan bahkan dari kalangan lembaga perguruan tinggi juga sudah banyak yang meminta dikirimi bibitnya untuk bahan penelitian.