TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA—Wakil
Presiden Boediono menegaskan strategi utama menciptakan ketahanan
pangan nasional, bertumpu pada kemandirian suplai. Dengan begitu,
kebutuhan konsumsi akan pangan bisa terpenuhi.
"Kemandirian suplai yang sustainable atau berkelanjutan dalam jangka panjang hanya bisa dicapai melalui satu jalan, peningkatan produktivitas per satuan lahan, melalui penerapan teknologi," kata Wapres saat memberikan pengarahan pada rapat pleno Dewan Ketahanan Pangan Nasional di Hotel Indonesia Kempinsky, Jakarta, Rabu (18/7/2012).
Untuk diketahui, Rapat pleno ini sendiri mengangkat tema "Percepatan Pencapaian Swasembada Lima Komoditas Pangan Pokok" pada 2015.
Boediono juga menyinggung tentang kecemasan dunia akan keamanan sektor pangan. Lima tahun terakhir paling tidak dunia
mengalami tiga krisis pangan.
Pertama terjadi pada 2007/2008 saat badai El Nino yang menyebabkan kekeringan dan gagal panen di Argentina dan Australia yang kemudian disusul dengan krisis ekonomi dan politik.
Kedua, 2010 dunia menyaksikan kekeringan di Rusia. Krisis itu menyebabkan harga gandum meroket. Selain itu, kali ini pada 2012, Amerika Utara mengalami kekeringan dan harga kedelai mulai melonjak seiring dengan harga jagung yang mulai merambat naik.
Bercermin pada itu semua, tegas dikatakan mantan Gubernur Bank Indonesia ini bahwa tidak ada waktu lagi buat bersantai di tengah dunia tengah mengalami perubahan cuaca. Makanya, diperlukan kebijakan ketahanan pangan yang harus semakin diperkuat. "Tidak ada ruang untuk bersantai," kata Wapres.
Lebih lanjut Boediono menegaskan perlu adanya program diversifikasi pangan, kebijakan harga dan insentif yang rasional. Sehingga perkembangan pola konsumsi masyarakat
dalam jangka panjang tidak melenceng dari kapasitas pangan nasional. Selain itu, itu dapat dipenuhi dengan sumber daya yang tersedia di tanah air.
Bukan itu saja, lanjut dia, sistem pangan nasional harus bisa menjamin keseimbangan jangka panjang antara produksi dan konsumsi di tengah kondisi perubahan iklim yang penuh kerawanan dan suasana global yang penuh ketidakpastian.
Sekaligus, harus mampu meredam dampak dari setiap gejolak yang timbul dalam jangka pendek.
Karena itu, tegas Boediono, selain kebijakan produksi dan kebijakan konsumsi tersebut, Indonesia harus memiliki dua instrumen yang dapat diandalkan.
Yaitu, kebijakan stok yang benar-benar efektif dan kebijakan ekspor-impor pangan yang fleksibel dan responsif terhadap perubahan perimbangan supply dan demand pangan dalam negeri dalam jangka pendek.
"Kemandirian suplai yang sustainable atau berkelanjutan dalam jangka panjang hanya bisa dicapai melalui satu jalan, peningkatan produktivitas per satuan lahan, melalui penerapan teknologi," kata Wapres saat memberikan pengarahan pada rapat pleno Dewan Ketahanan Pangan Nasional di Hotel Indonesia Kempinsky, Jakarta, Rabu (18/7/2012).
Untuk diketahui, Rapat pleno ini sendiri mengangkat tema "Percepatan Pencapaian Swasembada Lima Komoditas Pangan Pokok" pada 2015.
Boediono juga menyinggung tentang kecemasan dunia akan keamanan sektor pangan. Lima tahun terakhir paling tidak dunia
mengalami tiga krisis pangan.
Pertama terjadi pada 2007/2008 saat badai El Nino yang menyebabkan kekeringan dan gagal panen di Argentina dan Australia yang kemudian disusul dengan krisis ekonomi dan politik.
Kedua, 2010 dunia menyaksikan kekeringan di Rusia. Krisis itu menyebabkan harga gandum meroket. Selain itu, kali ini pada 2012, Amerika Utara mengalami kekeringan dan harga kedelai mulai melonjak seiring dengan harga jagung yang mulai merambat naik.
Bercermin pada itu semua, tegas dikatakan mantan Gubernur Bank Indonesia ini bahwa tidak ada waktu lagi buat bersantai di tengah dunia tengah mengalami perubahan cuaca. Makanya, diperlukan kebijakan ketahanan pangan yang harus semakin diperkuat. "Tidak ada ruang untuk bersantai," kata Wapres.
Lebih lanjut Boediono menegaskan perlu adanya program diversifikasi pangan, kebijakan harga dan insentif yang rasional. Sehingga perkembangan pola konsumsi masyarakat
dalam jangka panjang tidak melenceng dari kapasitas pangan nasional. Selain itu, itu dapat dipenuhi dengan sumber daya yang tersedia di tanah air.
Bukan itu saja, lanjut dia, sistem pangan nasional harus bisa menjamin keseimbangan jangka panjang antara produksi dan konsumsi di tengah kondisi perubahan iklim yang penuh kerawanan dan suasana global yang penuh ketidakpastian.
Sekaligus, harus mampu meredam dampak dari setiap gejolak yang timbul dalam jangka pendek.
Karena itu, tegas Boediono, selain kebijakan produksi dan kebijakan konsumsi tersebut, Indonesia harus memiliki dua instrumen yang dapat diandalkan.
Yaitu, kebijakan stok yang benar-benar efektif dan kebijakan ekspor-impor pangan yang fleksibel dan responsif terhadap perubahan perimbangan supply dan demand pangan dalam negeri dalam jangka pendek.
sumber : http://www.tribunnews.com/2012/07/18/soal-ketahanan-pangan-tidak-ada-ruang-untuk-bersantai
0 Comments On "Soal Ketahanan Pangan, Tidak ada ruang untuk bersantai"
Posting Komentar