PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan
merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap
pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara baik
negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan
yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara
pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap
bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Seiring
dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam
hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya
teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehinngga tidak
mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makana yang hanya
mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan
demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah
diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau
petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet
yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia?
Banyaknya
kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini mengindikasikan
adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun makaan dalam mengolah dan
mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi. Problematika mendasar pengolahan
makanan yang dilakukan masyarakat lebih disebabkan budaya pengelohan pangan
yang kurang berorientasi terhadap nilai gizi, serta keterbatasan pengetahuan
sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah pemenuhan dan pengolahan bahan
pangan terabaikan, Industri makanan sebagai pelaku penyedia produk makanan
seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya berorientasi profit
oriented dalam menyediakan berbagai produk di pasar sehinngga hal itu membuka
peluang terjadinya penyalahgunaan bahan dalam pengolahan bahan makanan untuk
masyarakat diantaranya seperti kasusu penggunaan belpagai bahan tambahan
makanan yang seharusnya tidak layak dikosumsi,
kasus
yang paling menyeruak dikalangan masyarakat baru-baru ini ialah penggunaan
formalin dan borak dibeberapa produk makanan pokok masyarakat dengan bebrbagai
dalih untuk menambah rasa dan keawetan makana tanpa memperdulikan efek bahan
yang digunankan terhadap kesehatan masyarakat, hal inilah yang mendorong
diperlukannya berbagai regulasi/peraturan dari instansi terkait Agar dapat
melindungi konsumen dari pelbagai masalah keamanan pangan dan industri pangan
diindonesia. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang bernaung di
bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian juga dilakukan oleh
Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Perindustria
rekonstruksi budaya Selain itu diperlukan juga adanya rekonsruksi budaya guna
merubah kebiasaan dan memberikan pemaham kepada masyarat akan pentingnya gizi
bagi keberlangsungan kehidupan
Rumusan Masalah
- Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang ideal bagi masyarakat?
- Apa permasalahan gizi yang dihadapi dalam pengolahan dan pengawetan bahan makanan?
- Bagaimana Upaya pengolahan dan pengawetan bahan makana dalam mempertahankan tekstur rasa, dan nilai gizi yang terkandung didalamnya
- Bahan tambahan makanan (zat aditif ) apakah yang dapat dijadikan bahan untuk pengolahan dan pengawetan bahan makanan
- bagaimana pengaruh penggunaan bahan aditif terhadap kesehatan masyarakat?
Tujuan
- Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang ideal sekaligus implementasinya
- Untuk mengetahui pelbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pengolahan dan pengawetan bahan makanan
- untuk mengetahui strategi dan upaya dalam mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
- untuk mengetahui berbagai bahan tambahan makanan (BTM) yang aman digunakan dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
- untuk mengetahui pengaruh bahan aditif makanan terhadap kesehatan masyarakat.
PEMBAHASAN
Pangan
secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu
sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan
kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme)
maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di
laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan
budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap
tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan
fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau
pembusukan (Winarno,1993).
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus
memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan
dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Jenis-jenis teknik pengolahan dan
pengawetan makanan
Pendinginan
Pendiginan
adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai
+10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan.
Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12
sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada
suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan
bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan
panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa
bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan
pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di
dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat
membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari
penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri
pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan
masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan
sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan
yang terlalu rendah.
Pengeringan
pengeringan
adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu
bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan
energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas
sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan
pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih
kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan,
berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan
demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak
bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya
tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya,
pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang
di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat
fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga
disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai,
misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar
pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di
keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang
terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di
lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan
terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil
berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi
pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran
udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
Pengemasan
Pengemasan
merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk pengawetan
makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan
perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic
mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai
jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis
teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam
keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan
pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis
generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut
Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat
penting penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus
dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun
pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.
Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan
makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin
saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan
terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah
sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera
setelah proses pengalengan selesai.
Pengalengan
didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara
hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam
suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua
mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis
memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air,
kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
Penggunaan
bahan kimia
Bahan
pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari
serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan
pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida,
antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan
growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan
pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering
digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan
kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu
jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin
telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara
fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta
hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning,
kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah –
buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C
) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida )
dengan ketebalan 0,001 mm.
Pemanasan
penggunaan
panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada
bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta
daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun
rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima
panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin
tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati. Pada
proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang
mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama
penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan
untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar
mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan
penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan
pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi,
pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000 C.
g.Teknik
fermentasi
.fermentasi
bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat
bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada
bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi
akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri
laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan
hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur,
maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus
acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam
laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk
menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman.
Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya
B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu
sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi
kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan
mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified
atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril
reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan
demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan
terhambat.
Di
beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi laktat
telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling
terkenal tentu saja adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Bahkan selama
pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan. Bekasam
atau bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan dengan cara
fermentasi bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang
digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas
penggunaannya. (F:\Suara Merdeka Edisi Cetak.mht)
h.Teknik
Iradiasi
Iradiasi
adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti
pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan
untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan
menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi
untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
Jenis
iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah
radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga
sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang
dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan
gelombang elektromagnetikb,aradiasi pengion adalah radiasi partikel Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir
ini paling banyakg
digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).
Dua
jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah :
sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan
137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari
partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini
memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut
Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke
dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan.
Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh
hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari
dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya
jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima
konsumen
Keamanan
pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum
menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang
membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak
pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun
karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
Tabel
5. Penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan
Tujuan
|
Dosis
(kGy)
|
Produk
|
Dosis
rendah (s/d 1 KGy)
Pencegahan
pertunasan
Pembasmian
serangga dan parasit
Perlambatan
proses fisiologis
|
0,05
– 0,15
0,15
– 0,50
0,50
– 1,00
|
Kentang,
bawang putih, bawang bombay, jahe,
Serealia,
kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan, daging kering
Buah
dan sayur segar
|
Dosis
sedang (1- 10 kGy)
Perpanjangan
masa simpan
Pembasmian
mikroorganisme perusak dan patogen
Perbaikan
sifat teknologi pangan
|
1,00
– 3,00
1,00
– 7,00
2,00
– 7,00
|
Ikan,
arbei segar
Hasil
laut segar dan beku, daging unggas segar/beku
Anggur(meningkatkan
sari), sayuran kering (mengurangi waktu pemasakan)
|
Dosis
tinggi1 (10 – 50 kGy)
Pensterilan
industri
Pensterilan
bahan tambahan makanan tertentu dan komponennya
|
10
– 50
|
Daging,
daging unggas, hasil laut, makanan siap hidang, makanan steril
|
1 Hanya digunakan untuk tujuan khusus. Komisi Codex
Alimentarius Gabungan FAO/WHO belum menyetujui penggunaan dosis ini
Hasil
penelitian mengenai efek kimia iradiasi pada berbagai macam bahan pangan hasil
iradiasi (1 – 5 kGy) belum pernah ditemukan adanya senyawa yang toksik.
Pengawetan makanan dengan menggunakan iradiasi sudah terjamin keamanannya jika
tidak melebihi dosis yang sudah ditetapkan, sebagaimana yang telah
direkomendasikan oleh FAO-WHO-IAEA pada bulan november 1980. Rekomendasi
tersebut menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi tidak melebihi dosis 10
kGy aman untuk dikonsumsi manusia.
Untuk
memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang diperlukan, pemerintah perlu
mengundangkan peraturan, baik mengenai pangan yang diiradiasi maupun sarana
iradiasi. Peraturan tentang iradiasi pangan yang sampai sekarang
digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 826 Tahun 1987
dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai
bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun 1996.
Permasalahan gizi dalam pengolahan
dan pengawetan makanan
Pada
pengolahan bahan pangan zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan dapat
mengalami kerusakan bila di olah, karena zat itu peka terhadap PH pelarut,
oksigen, cahaya dan panas atau kombinasinya. Unsu-unsur minor terutama tembaga,
besi, dan enzim dapat mengkatalisis pengaruh tersebut. Bahan makanan mempunyai
peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat gizi yang di dalamya banyak
mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain. Di dalam masyarakat ada beberapa macam
cara pengolahan dan pengawetan makanan yang di lakukan kesemuanya untuk
meningkatkan mutu makanan yang di maksut dengan tudak mengurangi nilai gizi
yang di kandungnya. Pada dasarnya bahan makanan diolah dengan tiga macam
alasan:
- Menyiapkan bahan makanan untuk dihidangkan
- Membuat produk yang di kehendaki termasuk di dalamya nutrifikasi bahan makanan, (contoh: roti)
- Mengawetkan, mengemas dan menyimpan (contoh: pengalengan)
Pengolahan
makanan di lakukan dengan maksut mengawetkan, lebih intensif dari pada memasak
biasa kecuali bahan makanan harus di masak, juga misalnya pada canning, makanan
itu harus di sterilkan dari jasad renik pembusuk. Untuk beberapa jenis makanan,
waktu yang di perlukan untuk proses itu cukup lama, sehingga dapat di pahami
mengapa kadar zat makanan dapat menurun, akan tetapi dengan penambahan zat
makanan (nutrien) dalam bentuk murni sebagai pengganti yang hilang maka hal
seperti di atas dapat di atasi.
1. Pengolahan bahan makanan untuk
menyiapkan bahan makanan siap hidang
Bahan makanan yang di olah sebelum
di masak.
Bahan
makanan segar dapat langsung di masak dan kemudian di hidangkan, akan tetapi
ada pula bahan makanan yang harus melalui beberapa cara pengolahan tertentu
sebelum dapat di masak, misalnya beras. Untuk memperoleh beras dari padi, padi
itu harus di giling atau di tumbuk terlebih dahulu. Setelah di giling, beras
ini memiliki beberapa proses pengolahan lainya seperti di simpan, di angkut, di
cuci dan sebagainya. Pada proses pengilingan yang di lakukan dengan cara yang
kurang hati-hati dapat terjadi hasil dengan kualitas rendah, karena butir beras
menjadi kecil (beras menir) sehingga terbuang pada proses pemisahan dengan
butir yang tidak pecah. Cara menggiling yang terlalu intensif, sehingga menghasilkan
beras yang putih bersih (polished rice) sangat merugikan karena
bagian-bagian yang mengandung zat makanan dalam konsentrasi tinggi (lembaga dan
kulit ari) turut terbuang. Sebaliknya beras seperti itu tahan lama, sehingga
masih di gemari pula.
Presentase beras pecah waktu
penggilingan cukup tinggi berkisar antara 8%, ke atas. Hanyalah pecahan
butur-butir kecil, yang ikut terbuang bersama dedak, atau di pisahkan dengan
saringan dari beras yang di jual kepada para kelas pekerja. Sebagian besar dari
butir-butir yang pecah di saring dari derajat kualitas beras yang di jual para
pedagang sebagai beras kualitas tinggi. Bila pembuangan dengan di pertahankan
di bawah 8%, hanya butir-butir pecahan kecil saja yang di buang, maka hasil
dari asal seharusnya 65% berupa beras giling ringan yang mengandung thiamin 2
ug per gram. Berbeda halnya dengan beras yang di peroleh melalui proses
penggilingan, pada proses beras yang hanya di peroleh dari hasil penumbukan
hasilnya beras tumbuk tersebut tidak tahan lama, tetapi dengan cara menumbuk
berbagai zat makanan yang terdapat dalam lembaga dan kulit ari sebagian besar
dapat di pertahankan, sebagai jalan tengah beras dapat di giling dengan cara
setengah giling (half milled rice).
Bahan makanan pada waktu di masak
Di
sini hanya akan di bahas secara umum, dengan mengambil beberapa contoh,
mengingat banyak jenis bahan makanan, dan juga banyak cara di lakukan untuk
memasak makanan itu. Sebagai contoh akan kita ambil pengaruh memasak terhadap
beras, sayuran, dan daging, tiga golongan bahan makanan yang paling penting dan
dikenal di Indonesia.
- Memasak nasi
Untuk
memudahkan pengangkutan dan penyimpanan maka beras di masukan dalam karung.
Karung ini tidak selalu bersih, banyak di pakai sekali-sekali. Kemudian penjual
eceran menjualnya di toko atau di pasar dalam keadaan terbuka tanpa
mengindahkan kemungkinan pengotoran oleh debu dan lain-lain. Justru karena
itulah beras sering kali kotor mangandung debu, batu-batu kecil dan mungkin
masih mengandung gabah serta di hinggapi serangga.
- Memasak sayuran
Di
beberapa daerah di Indonesia sayuran di makan dalam keadaan mentah sebagai
lalap. Kebiasaan makan seperti ini baik sekali, karena memberikan pada menu
sehari-hari sejumlah besar vitamin dan mineral. Tetapi ada biji-bijian yang
sebaiknya tidak di makan mentah karena mengandung zat yang merugikan badan.
Sayuran yang sudah di masak berkurang kadar zat makananya, karena pengaruh
berbagai faktor selama memasak. Jumlah vitamin dan mineral yang dipertahankan
tergantung pada sifat yang di miliki oleh zat-zat makanan itu sendiri serta
cara memasakyang di lakukan. Sebagian besar vitamin yang sudah rusak ialah yang
tergolong vitamin yang mudah rusak oleh panas, yang larut dalam air dan yang
mudah di oksidasikan sehingga berubah sifat. Dalam golongan ini yang paling
banyak menderita kerusakan ialah vitamin C. jumlah mineral yang dapat berkurang
karena larut dalam air pemasak terutama karena terdapat asam-asam organik yang
mempermudah pelarutan mineral itu.
Dengan
singkat, faktor-faktor yang dapat merendahkan kadar nutrien di dalam sayuran
yang di masak ialah :
- bila jumlah air perebus yang di pakai terlalu banyak
- bila air perebus ini kemudian bila di buang setelah di pakai, dan tidak terus di pergunakan sebagai bagian dari masakan
- bila sayuran akan di rebus itu di potong-potong dalam ukuran yang kecil-kecil, dan di biarkan lama sebelum di masak
- bila air perebus tidak di biarkan mendidih dahulu sebelum sayuran di masukan ke dalamnya
- bila pada waktu merebus, panci di biarkan terbuka
- bila di pergunakan panci atau lainya yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin, misalnya alat-alat yang terbuat dari besi, tembaga dan lain-lain.
Sangat
menarik hal sayuran yang dimasak dalam sedikit lemak (di tumis misalnya),
karena lemak ini dapat meninggikan suhu memasak, sehingga suhu yang diperlukan
untuk memasak menjadi lebih pendek. Berbagai vitaminyang mudah rusak oleh suhu
memasak, biasanya tidak larut dalam lemak dan lemak mungkin dapat melindungi
berbagai vitamin yang mudah di oksidasikan oleh zat asam.
- Memasak daging
Daging
dapat di masak dengan mengoreng, merebus atau dengan di panggang. Pada umumnya
memasak daging tidak akan menurunkan penurunan nilai gizi, bahkan dengan
memasaknya, daya cerna (digestibility) daging jauh lebih baik di
bandingkan dengan yang mentah. Ini di sebabakan oleh berbagai proses yang di
akibatkan oleh suhu terhadap protein (denaturation and coagulation).
Suhu memasak dapat menyebabkan terbentuknya zat-zat dengan aroma yang menarik
selera, misalnya bau yang di timbulkan oleh kaldu (boullion), daging
panggang dan sebagainya. Mungkin dengan mamanggang daging dapat terjadi
penurunan kadar zat-zat makanan karena waktu lemak mencair, mungkin terbawa
zat-zat makanan yang larut terbakar di dalam arang dan terjadi ikatan-ikatan
organic yang merugikan tubuh.
Pengolahan bahan makana untuk dijual
ke pasar.
Di Indonesia dikenal banyak sekali
makanan ynga telah di olah dengan berbagai cara dengan tujuan memberikan
variasi dalam menu sehari – hari. Beberapa dari makanan seperti itu memilki
nilai gizi yasng tinggi. Untuk menaqrik perhatian pembeli sering makanan atau
minuman yang dijual di beri warna. Produsen makanan rakyat sering menggunakan
zat warna yang tidak dipruntukan makanan, karena harganya lebih murah. Yang sering
dipergunakan dalah zat warna tekstil.
Tempe
Tempe
terbuat dari kacang kedelai yang memilki kadar protein tnggi. Seperti diketahui
sumber – sumber protein nabati dengan kadar protein yang tinggi, belum tentu
tinggi pula nilai hayatinya. Ini disebabkan oleh lapisan selulosa di dalam
jaringan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang sukar dicerna. Disamping
itu pada berbagai kacang terdapat berbagai jenis enzim yang mempunyai fungsi
bertentangan dengan enzim – enzim percernaan di dalam tubuh kita (trypsine
inhibitor).
Pada pembuatan tempe, jamur yang
menumbuhi dapat mencerna sebagian besr selulosa menjadi bentuk yang lebih muda
untuk dicerna oleh tubuh manusia. Juga pada proses pembuatan tempe, trypsine
inhibitor tadi menjadi tidak aktif lagi, sehingga nilai biologi tempe
menjadi lebih baik jika dibandikan dengan kacang kedelai biasa.
Tape singkong
Pada pembuatan tape singkong pada
dasarnya ialah proses fermentasi. Hal yang menarik di sini bahwa hidrosianida
(HCN) yang mulanya mungkin terdapat dalam sinkong itu akan hilang atau a kan
tersisa sedikit sekali setelah diubah menjadi tape. Sudah menjadi pengetahuan
umum bahwa keracunan singkong telah membawa banyak korban pada orang – orang
yang tidak mengetahui terdapatnya racun ini pada jenis singkong yang tertentu.
Tahu
Makanan ini terbuat dari kacang
kedelai dan merupakan makanan yang relative mahal karena tersusun dari
dispersed protein yang berasal dari kacang kedelai itu. Pada proses
pembuatannya protein kedelai telah di masak dalam waktu yang cukup lama serta
di saring, sehingga hasilnya akan mempunyai daya cerna (digestibility)
yang tinggi.
Pindang
Makanan ini di buat dengan cara
fermentasi juga. Pada pindang yang baik kualitasnya, tulang-tulang ikan pun
dapat menjadi sedemikian empuk, sehingga dapat di makan.
Kecap
Kecap
di buat dari kacang kedelai yang proteinya sebagian besar telah di hidrolisa
(oleh jamur) mendapat campuran asam amino yang mudah di serap.
Ada
6 dasar prinsip pengolahan bahan makanan untuk pengawetan. Keenam prinsip ini
adalah:
- Pengurangan air – pengeringan, dehidrasi, dan pengentalan
- Perlakuan panas – blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi
- Perlakuan suhu rendah – pendinginan dan pembekuan
- Pengendalian makanan – fermentasi dan aditif asam
- Berbagai macam zat kimia aditif
- Iradiasi
Prinsip
pengawetan bahan makanan didasarkan atas bagaimana caranya memanipulasikan
faktor – faktor linkungan bahan makanan yang dimaksud. Sebagai contoh mikroba
membutuhkan suhu optic untuk pertumbuhannya. Suhu yang lebih tinggi merusak
pertumbuhan sedangkan suhu yanag lebih rendah sanagat menghambat metabolisme.
Metabolisme
mikroba memerlukan banyak air vbebes penghilangan air secara biologis aktif
dengan perlakuan pengeringan atau dehidrasi menghentikan pertumbuhan mokroba.
Perlakuan ini juga menurunkan akti fitas enzim dan reaksi – reaksi kimia.
Proses ketengikan lipid akan menurun apabila air sruktural yang melindungi
dibiarkan tetap seperti semula. Pengaruh penuapan air terhadap perubahan zat
gizi dalam prose p[engeringan relative kecil kalau suhu pengeringannya sedang
dan bahan makanan dikemas cukup baik. Pengeringan beku yaitu pengringan
sublimasi dalam ruangan vakum pada suhu rendah mnemberikan keuntungan lebih
daripada pengeringan suhu tinggi ditinjau dari sudut pengawetan gizi.
Pengaruh
utama perlakuan panas adalah denaturasi protein seperti innaktif mikroba dan
enzim – enzim yang lain. Pasteurisasi membebaskan bahan makan terhadap pathogen
dan sebagian besar sel vegetatif mikroba sedangkan sterilisasi dapat
didefinisikan sebagai proses memnetikan bsemua mikroba yang hidup. Sterilisasi
dengan panas merupakn proses pengawetan makanan yang paling efektif namun
mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi yang labil, terutuma
vitamin – vitamin dan menurunnya nilai gizi protein terutama pada reaksi
mallard.
Pengawetan
suhu rendah terutama pengawetan dengan suhu beku ditinjau dari banyak segi
merupakan cara pengawtan bahan makanan yang aling tidak merugikan. Suhu rendah
menghamabat pertumbuhana dan memperlambat laju reaksi kimia dan enzim.
Aktifitas enzim dalam danging dapat dikatakan berhenti dalam penyimpanan suhu
beku sedangkan untuk penyimpanan bahan makanan sala sebelum pembekuana perlu
dikukus terlebih dashulu untuk mencegah perubahan kwalitas yang tidak
didinginkan. Susut kandungan vitamin minimal bila dibandingkan dengan cara
pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan kualitas secara keseluruhan terjadi
terutama karena kondisi yang kurang menguntungkan pada proses
pembekuan,pengeringan dan pelelehan kristal es (thawing).
Kerusakan
bahan makanan yang derajat keasamannya rendah secara relative berjalan cepat.
Pertumbuhan organisme penyebab kerusakan bahan makanan sangata terhambat dalam
lingkungan yang keasamannaya tinggi. Salah satu cara pengawetan bahan makanan
adalah menurunkan Ph bahan makanan tersebut dengan cara fermentasi anaerob
senyawa karbohidrat menjadi asam laktat. Keasaman beberapa beberapa bahan
makanan dapat dinaikkan dengan penambahan asam seperti cuka atau sama sitrat
oleh prose fermentasi kecil. Dalam kandungan zat gizi makanan dapat
ditingkatkan terutama melalui sinesis vitamin dan protein oleh mikroba.
Zat
aditif berupa zat kimia mempunyai daya pengawet terhadap bahan makanan karena
menyediakan lingkungan yang menghambat pertumbuhan mikroba reaksi kimia
enzimatis dan kimia. Pengolahan demikian termasuk pola penggunaan agensia
kiuring dan pengasapan produk daging, pengawetan kadar gula tinggi untuk
sayuran dan buah-buahan serta perlakuan dengan berbagai macam zat kimia aditif.
Pengaruh cara initerhadap zat gizi bervariasi namun pada umumnya kecil.
Upaya mengatasi permasalahan gizi
dalam pengolahan dan pengawetan makanan
Dalam
pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah hilangnya atau berkurangnya
kandungan gizi dan berubahnya tekstur, rasa, warna, dan bau di lakukan hal-hal
sebagai berikut:
- Mengunakan teknik pengolahan dan pengawetan yang berorientasi gizi.
- Memasak nasi
- Kehilangan thiamin pada nasi dapat di lakukan dengan cara yaitu sebelum di masak hendaknya pencucian yang di lakukan jangan di ulang-ulang cukup 2 kali saja dan cara masaknya dengan meliwet.
- Memasak sayuran
- Sebelum di masak sayuran jangan di potong kecil-kecil sebab ruas permukaan yang meningkat akan menyebabkan nilai gizi yang hilang juga banyak.
- Gunakan air secukupnya
- Biarkan air yang akan di gunakan untuk merebus mendidih terlebih dahulu sebelum sayuran di masukan.
- Panci yang di gunakan untuk memasak harus di tutup.
- Jangan mengunakan panci atau alat lainya yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin.
- Gunakan air rebusan sebagai kuah.
- Pengawetan sayuran dengan cara pendinginan harus memperhatikan suhu optimum sayuran yang di maksud agar tidak terjadi pembusukan karena aktifitas mikroorganisme dan lain-lain.
Contoh:
Kol pada suhu 00 C, buncis 7,5-100 C, tepung 7-100C,
Wortel 0,1,50 C.
- Ikan atau daging
- pink spoilage dapat di cegah dengan mengunakan larutan sodium hypochlorite atau bahan lain yang serupa, dengan dosis tidak lebih dari 500 ppm.
- Case hardening dapat di cegah dengan cara membuat suhu pengeringan tidak terlalu tinggi, atau proses pengeringan awal tidak terlalu cepat.
- freezer burn dapat di cegah dengan cara membungkus daging yang di maksud.
Buah
Pada pendinginan buah maka untuk
mencegah kehilangan air atau memberi kilap maka kulit buah di lapisi dengan
malam atau parafin.
Susu
Pada
susu pasteurisasi yang di lakukan mengunakan suhu <600 C sedangkan untuk
pembuatan es krim menggunakan suhu 71,10 C selama 30 menit atau 82,2 0
C selama 16-20 detik.
- Suplementasi bahan gizi
Pada
dasarnya kehilangan bahan gizi seperti lemak asam amino, vitamin, dan mineral
pada proses pengolahan sudah bisa di tekan seminimal mungkin jika menggunakan
teknik pengolahan yang berorientasi gizi. Kebutuhan tubuh akan bahan gizi yang
tidak dapat di penuhi dari bahan yang kita konsumsi dapat di tambah dengan
mengkonsumsi bahan lain yang mengandung zat yang kita butuhkan. Salah satu cara
yaitu dengan mengonsumsi makanan yang masih segar, sayuran dan lain-lain.
Dengan mengkonsumsi buah-buahan segar dan sayuran secara langsung maka kebutuha
zat gizi yang kita butuhkan dapat teratasi karena dala buah-buahan dan sayuran
segar tersebut sudah terdapat zat gizi seperti lemak, protein, vitamin, dan
mineral.
- Bahan tambahan makanan (bahan Aditif) dan kesehatan
Bahan
tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazin dikonsumsi
sebagai makanan, dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat
bernilai gizi ataupun tidak, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk
membantu teknik pengolahan makanan baik dalam proses pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan
produk makanan olahan, agar menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau
secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Meningkatnya
kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang praktis dan awet menunjang
berkembangnya penggunaan BTM yang secara bermakna berperan besar dalam rantai
produksi dan pengolahan sejak abad ke-19. Seiring dengan banyaknya laporan
kasus keracunan makanan, Timbul berbagai diskusi dan keprihatinan yang mendalam
mengenai keamanan penggunaan BTM, termasuk bagaimana langkah-langkah
pengendalian yang tepat diperlukan.
Jenis
BTM sangat beragam sesuai dengan fungsi dan tujuan penggunaannya, yaitu sebagai
antioksidan, mencegah penggumpalan, mengatur keasamam makanan, pemanis buatan,
pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, pengawet, pewarna,
pengeras, penyedap rasa, penguat rasa, sekuestran, enzim dan penambah gizi,
serta fungsi lainnya seperti pelembab, antibusa, pelarut, karbonasi, penyalut,
dan pengisi.
WHO
mensyaratkan zat tambahan itu seharusnya memenuhi kriteria sebagai berikut :
(1). Aman digunakan, (2). Jumlahnya sekedar memnuhi kriteri pengaruh yang
diharapkan, (3). Sangkil secara teknologi, (4). Tidak boleh digunakan utnuk
menipu pemakai dan jumlah yang dipakai haruslah minimal. Bahan baku BTM dari
bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih
murah. Namun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan
proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan
kadang-kadang bersifat karsinogenik, baik pada hewan maupun manusia.
Agar
dapat dengan baik melindungi konsumen dari berbagai masalah keamanan pangan dan
industri pangan di Indonesia, berbagai peraturan dikeluarkan oleh instansi
terkait. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang bernaung di bawah
Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian juga dilakukan oleh
Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Perindustrian.
Suatu
jenis BTM menjadi berbahaya bagi kesehatan tidak hanya karena secara obyektif
memang merusak kesehatan/tubuh dan karenanya telah dilarang oleh peraturan,
juga karena penggunaan BTM yang tidak dilarang tetapi dengan ukuran yang
berlebihan dan sering dikonsumsi.
Jenis
BTM yang boleh digunakan sepanjang masih sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan. Sedangkan bahan tambahan yang dilarang digunakan pada makanan
berdasarkan Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan perubahannya No.
1168/Menkes/Per/X/1999 adalah Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalsium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramfenikol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominate vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).( F:\Republika Online – http–www_republika_co_id.mht)
1168/Menkes/Per/X/1999 adalah Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalsium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramfenikol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominate vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).( F:\Republika Online – http–www_republika_co_id.mht)
Pewarna buatan
Dalam
proses pengolahan bahan pangan kadang kala terdapat kecenderungan
penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat
pewarna untuk tekstil dan kulit di pakai untuk mewarnai bahan makanan. Karena
adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut Zat pewarna yang berbahaya dan
dilarang digunakan sebagai BTM, obat-obatan dan kosmetika telah diatur menurut
ketentuan Peraturan Menkes RI Permenkes RI No. 239/Men.Kes/Per/V/85, yaitu;
Nama
|
Batas
maksimum penggunaan
|
Merah
(45430)
|
0,1
g/kg (Es krim), 0,2-0,3 g/kg (jem, jeli, saus, buah kalengan)
|
Hijau
(42053)
|
0,1
g/kg (es krim), 0,2 g/kg (jeli, buah alengan), 0,3g/kg (acar)
|
Kuning
(15985)
|
0,1
g/kg (es krim0, 0,2 g/kg (jeli, buah kalengan), 0,3 g/kg (acar)
|
Coklat
(20285)
|
0,07
g/kg (minuman ringan), 0,3 g/kg (makanan lainnya)
|
Biru
(42090)
|
0,1
g/kg (Es krim), 0,2 g/kg (jeli buahkalengan), 0,3g/kg (acar)
|
Serta
ada beberapa pewarna lainnya seperti:Auramine, Alkanet, Butter Yellow, Black
7984, Burn Umber, Chrysoidine, Chrysoine S, Citrus Red No. 2, Chocolate Brown
FB, Fast Red E, Fast Yellow AB, Guinea Green B, Indanthrene Blue RS, Magenta,
Metanil Yellow, Oil Orange SS, Oil Orange XO, Oil Yellow AB, Oil Yellow OB,
Orange G, Orange GGN, Orange RN, Orchil and Orcein, Poncheau 3R, Poncheau SX,
Poncheau 6R, Rhodamine B,SudanI, Scarlet GN, dan Violet 6 B.
- Pengawet buatan
Bahan
tambahan Pangan Pengawet boleh digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang
memproduksi pangan yang mudah rusak. Pencantuman label pada produk pangan
sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan
pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian
kemasan pangan.
Label
:
1.
- Nama produk
- Berat bersih atau isi bersih
- Nama dan alamat pabrik yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia.
Pengawet
yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan,
mencakup:
Nama
|
Batas
maksimum
|
Asam
Benzoat
|
600/kg
(kecap, minumanringan) 1 g/kg (acar, margarin, sari nanas, saus, makanan
lainnya
|
Kalium
Bisulfit
|
50mg/kg(kentang goreng),
100mg/kg(udang beku), 500 mg/kg(sari nanas)
|
Kalium
Nitrit
|
50
mg/kg (keju), 500mg/kg (daging)
|
Bahan
pengawet lainnya: Asam Propionat, Asam Sorbat,
Belerang Oksida, Etil p-Hidroksida Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Meta
Bisulfit ,Kalium Nitrat, Kalium Sorbat Kalium, sulfit Kalsium benzoat,
Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoat,
Natrium Bisulfit Natrium Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit
Natrium, Propionat Natrium, Sulfit Nisin Propil-p-hidroksi, Benzoat um Sulfit
|
Sehubungan
dengan teka-teki yang muncul menyangkut keamanan penggunaan bahan pengawet
dalam produk pangan, maka berikut disajikan kajian keamanan beberapa pengawet
yang banyak digunakan oleh industri pangan
Tabel
Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan
Bahan
Pengawet
|
Produk
Pangan
|
Pengaruh
terhadap Kesehatan
|
Ca-benzoat
|
Sari
buah, minuman ringan, minuman anggur manis,
ikan asin |
Dapat
menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang
peka terhadap aspirin
|
Sulfur
dioksida
(SO2) |
Sari
buah, cider, buah kering,
kacang kering, sirup, acar
|
Dapat
menyebabkan pelukaan lambung, mempercepat serangan
asma, mutasi genetik, kanker dan
alergi |
K-nitrit
|
Daging
kornet, daging kering, daging asin, pikel
daging
|
Nitrit
dapat mempengaruhi kemampuan sel darah untuk
membawa oksigen, menyebabkan
kesulitan bernafas dan sakit kepala,
anemia, radang ginjal,
muntah |
Ca-
/ Na-propionat
|
Produk
roti dan tepung
|
Migrain,
kelelahan, kesulitan tidur
|
Na-metasulfat
|
Produk
roti dan tepung
|
Alergi
kulit
|
Asam
sorbat
|
Produk
jeruk, keju, pikel dan salad
|
Pelukaan
kulit
|
Natamysin
|
Produk
daging dan keju
|
Dapat
menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan
pelukaan kulit
|
K-asetat
|
Makanan
asam
|
Merusak
fungsi ginjal
|
BHA
|
Daging
babi segar dan sosisnya, minyak sayur, shortening,
kripik kentang, pizza beku, instant teas
|
Menyebabkan
penyakit hati dan kanker.
|
formalin
|
Tahu,
Mie Basah
|
Kanker
paru-paru, Gangguan pada jantung,Gangguan pada alat pencernaan, Gangguan pada
ginjal, dll.
|
Boraks
atau Pijer
|
Baso,
mie
|
Gangguan
pada kulit, Gangguan pada otak, Gangguan pada hati, dll
|
Mencermati
kemungkinan gangguan kesehatan seperti yang tercantum dalam Tabel 1, maka FDA
mensyaratkan kepada produsen pangan untuk membuktikan bahwa pengawet yang
digunakan aman bagi konsumen dengan mempertimbangkan:
- Kemungkinan jumlah paparan bahan pengawet pada konsumen sebagai akibat mengkonsumsi produk pangan yang bersangkutan.
- Pengaruh komulatif bahan pengawet dalam diet.
- Potensi toksisitas (termasuk penyebab kanker) bahan pengawet ketika tertelan oleh manusia atau binatang.
Problematika
yang sering terjadi dalam penggunaan bahan pengawet
- Penggunaan Tidak sesuai dalam ketentuan Depkes
- Kadar akumulatif tidak pernah dikonfirmasikan dengan DAILY INTAKE
- Penggunaan bahan ilegal (Borak dan formalin)
Namun
demikian perlu diperhatikan hal-hal penting dalam menggunakan bahan tambahan
pangan pengawet adalah :
·
- Pilih pengawet yang benar/yang diijinkan untuk dalam pangan serta telah terdaftar di Badan POM RI.
- Bacalah takaran penggunaannya pada penandaan/label.
- Gunakan dengan takaran yang benar sesuai petunjuk pada label.
- Membaca dengan cermat label produk pangan yang dipilih/dibeli serta mengkonsumsinya secara cerdas produk pangan yang menggunakan bahan pengawet. Contoh BTP Pengawet lengkap dengan penandaan dan takaran penggunaannya.
- Pemanis buatan
Pemanis
yang termasuk BTM adalah pemanis pengganti gula (sukrosa).Pemanis, baik yang
alami maupun yang sintetis, merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa
manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai nilaigizi (non-nutritive
sweeteners).
Mekanisme
Kerja Suatu senyawa untuk dapat digunakan
sebagai pemanis,kecuali berasa manis, harus memenuhi beberapa kriteria
tertentu, sepert (1) larut dan stabil dalam kisaran pH yang luas, (2) stabil pada
kisaran suhu yang luas, (3) mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai side atau
after-taste, dan (4) murah, setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula. Senyawa
yang mempunyai rasa manis strukturnya sangat beragam. Meskipun demikian,
senyawa-senyawa tersebut mempunyai feature yang mirip, yaitu memiliki sistem
donor/akseptor proton (sistem AHs/Bs) yang cocok dengan sistem reseptor (AHrBr)
pada indera perasa manusia.
Beberapa
pemanis buatan yang direkomendasikan oleh Depkes RI
Nama
|
Batas
maksimum penggunaan
|
Sakarin
(300-700x manis gula)
|
100mg/kg
(permen), 200mg/kg (Es krim,jem,jeli)., 300 mg/kg (saus, Es lilin, minuman
ringan, minuman yogurt)
|
Siklamat
(30-80x manis gula)
|
1
g/kg (permen), 2 g./kg ((Es krim,jem,jeli), 3mg/kg (saus, lilin, minuman
ringan, minuman yogurt
|
Citarasa buatan (Penyedap rasa dan
aroma)
Cita
rasa bahan pangan terdiri dari tiga komponen bau, rasa, dan rangsangan mulut.
Untuk membangkitkan tiga komponen ini maka dalam lahan pangan biasanya dalam
proses pengolahan di tambahka cita rasa tiruan (sintetik), misalnya amil asetat
menyerupai aroma pisang, vanillin memberikan aroma serupa dengan aksetat
vanili, dan amil kaproat mempunyai aroma apel dan nanas. Sedangkan untuk
membangkitkan cita rasa yang umum di gunakan adalah asam amino L atau garamnya,
misalnya monosodium glutamate (MSG) dan jenis nukleotida seperti IMP dan GMP.
Beberapa
cita rasa buatan yang direkomendasikan Sdepkes RI diantaranya tertera dalam
tabel dibawah ini:
Nama
|
Batas
penggunaan maksimum
|
Monosodium
glutamat (MSG)
|
Secukupnya
|
Vanilin
(panili)
|
0,7
g/kg produk siap kosumsi
|
Benzadehida
(Cherry)
|
Secukupnya
|
Aldehida
sinamat)
|
Secukupnya
|
Mentol
(mint)
|
Secukupnya
|
Eugenol
(rempah-rempah)
|
Secukupnya
|
Benzilasetat
(strawbery)
|
Secukupnya
|
Amil
asetat (pisang)
|
Secukupnya
|
Penstabil
Proses
pengolahan, pemanasan atau pembekuan dapat melunakan jaringan sel tanaman
sehingga produk yang di peroleh mempunyai tekstur yang lunak. Untuk memperoleh
tekstur yang keras, dapat di tambahkan garam (0,1-0,25% sebagai ion Ca). ion
kalsium akan berkaitan dengan pectin membentuk Ca-pektinat atau Ca-pektat yang
tidak larut. Pada umumnya untuk maksud tersebut di gunaka garam-garam Ca
seperti CaCl2 Ca-sitrat,CaSO4, Calaktat, dan
Ca-monofosfoat. Hnya sayangnya garam-garam kalsium ini kelarutanya rendah dan
rasanya pahit.
Problematika Penggunaan BTM ilegal dimasyarakat
Salah
satu yang membuat geger massyarakat Baru-baru ini adalah penemuan kandungan
formalin dan Borak pada sejumlah produk makanan, dan sebagian besar pada jenis
mi, tahu, bakso dan juga ikan asin, yang selama ini banyak dikonsumsi
masyarakat luas. Formalin adalah zat kimia yang mengandung unsur karbon,
hidrogen, dan oksigen, dan mempunyai nama lain formaldehid. Secara fisik
terdapat dalam bentuk larutan tidak berwarna dengan kadar antara 37-40%.
Formalin biasanya mengandung alkohol/metanol 10-15% yang berfungsi sebagai
stabilisator untuk mencegah polimerisasi formaldehid menjadi paraformaldehid
yang bersifat sangat beracun. Karakteristik dari zat ini adalah mudah larut
dalam air, mudah menguap, mempunyai bau yang tajam dan iritatif walaupun ambang
penguapannya hanya 1 ‰, mudah terbakar bila kontak dengan udara panas atau api,
atau bila kontak dengan zat kimia tertentu. Di pasaran tersedia dalam bentuk
sudah diencerkan maupun dalam bentuk padat.
Pemakaian
formalin
Formalin
bersifat desinfektan, kuat terhadap bakteri pembusuk dan jamur. Oleh karena itu
gas formalin dipakai oleh pedagang bahan tekstil supaya tidak rusak oleh jamur
atau ngengat. Selain itu formalin juga dapat mengeraskan jaringan sehingga
dipakai sebagai pengawet mayat dan digunakan pada proses pemeriksaan bahan
biologi maupun patologi.
Dampak
formalin terhadap kesehatan
Formalin
terbukti bersifat karsinogen atau menyebabkan kanker pada hewan percobaan, yang
menyerang jaringan permukaan rongga hidung. Bila dilihat dari respon tubuh manusia
terhadap formalin, efek yang sama juga dapat terjadi
Regulasi
terkait formalin
Formalin
yang bersifat racun tersebut tidak termasuk dalam daftar bahan makanan tambahan
(BTM) yang dikeluarkan oleh badan internasional maupun oleh Departemen
Kesehatan. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU No. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, distorsi penggunaan formalin secara sengaja
dalam produk makanan dapat diancam pidana penjara maksimal lima tahun atau
denda maksimal Rp. 600 juta. Demikian juga Peraturan Menteri Kesehatan No.
1168/Menkes/PER/X/1999 melarang penggunaan formalin dalam makanan.
PERSPEKTIF
AL QUR’AN
ÈÑÑÇ Bãs÷BÏZãqc /ÎmϾ &rRFçO #$!©%Ïü #$!© ru#$?¨)àq#( 4 ÛshÍ7Y$ my=n»xW #$!ª uy%x3äNã BÏJ£$ ru.ä=èq
88.
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
ÈÑÇ zy»#Î$Ïïût .x%Rçq#( ruBt$ #$9Ü©èy$Pt t'ù2à=èqbt w _y¡|Y# _yèy=ùYo»gßNö ruBt$
8.
Dan tidaklah kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan
tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.
t»¯«t$yPã %s$Atã /Î'rôÿo$!¬ÍhÎNö &rR/6t'rdèN ùs=nJ£$! ( /Î'rôÿo$!¬ÍhÎNö &rR/;Î¥÷gßN #${FöÚÞ ;°lçNã ruäu#tp× &rãô=nNã )ÎToÎþ 9©3äNö &r%è@ &r9sNö %s$At ùsJÏY÷mç my7{$ BÏ]÷kp$ ru&rz÷{_ôYo$ &rmôu÷Zu»gy$ #$9øJyøGtpè ÈÌÌÇ t'ù2à=èqbt
33.
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati.
kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka
daripadanya mereka makan.
#$9Z¨$¨â t»¯'rgy$ zäÜäquºNÏ ?sK®6Îèãq#( ruw ÛshÍ7Y$ my=n»xW #${FöÚÇ ûÎ BÏJ£$ .ä=èq#( ÈÑÏÊÇ B7Îüûî ãtßrA 9s3äNö )ÎR¯mç¼ 4 #$9±¤øÜs»`Ç
168.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
KESIMPULAN
Pangan secara umum bersifat mudah
rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai
faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air
suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat
aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
untuk mengawetkan makanan dapat
dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun
teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan.
Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju
pertumbuham mikroorganisme pada makananm
jenis-jenis teknik pengolahan dan
pengawetan makanan itu ada 5 :
- pendinginan
- pengeringan
- pengalengan
- pengemasan
- penggunaan bahan kimia
- pemanasan
- Bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain
- Penggunaan zat aditif (tambahan) dalam makanan dan minuman sangat berbahaya bagi kesehatan masyaratkan, terutama zat tambahan bahan kimia sintetis yang toksik dan berakumulasi dalam tubuh untuk jangka waktu yang relatif lama bagi yang menggunakannya.
- Keracunan makanan bisa disebabkan oleh karena kelalaian dan ketidaktahuan masyarakat dalam pengolahannya , seperti keracunan singkong.
- Keracunan makanan bisa juga disebabkan oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan mikroba untuk berkembang biak lebih cepat, seperti karena faktor fisik, kimia dan biologis
SARAN
Bagi produsen makanan hendaknya
jangan hanya ingin mendapat keuntungan yang besar tetapi juga memperhatikan
aspek kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinyayaitu dengan menggunakan
zat aditf yang tidak membahayakan bagi kesehatan
Bagi Dinas kesehatan c/q Pengawasan
makanan dan minuman hendaknya sebelum mengeluarkan nomor registrasi mengetahui
kandungan zat yang ada didalamnya terutama yang membahayakan kesehatan.
Bagi instansi terkait hendaknya
memberikan informasi kepada khalayak luas tentang bahan kimia atau zat tambahan
yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam makanan dan minuman yang mengganggu
kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiyanto,
MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi; malang UMM press
Dwijopeputro,
D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta; Djambatan
Fareliaz,
Srikandi. Mikrobiologi Pangan, jakarta; Gramedia pustaka
Winarno,
F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia
Pustaka.
2 Comments On "PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN BAHAN MAKANAN SERTA PERMASALAHANNYA"
jadi tau sekarang tentang pengolahan bahan pengawet, makasih atas infonya. salam kenal.
ia kawan sama, salam kenal jga kawan salam dari aceh
Posting Komentar