Oleh: R.Hermawan, SP,MP*)
A. LATAR BELAKANG
Sejak Orde pembangunan dimulai di Indonesia, pemerintah dan rakyat Indonesia
telah menetapkan Trilogi Pembangunan Nasional (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, pemerataan pembangunan dan hasil pembangunan, stabilitas
nasional yang mantap dan dinamis) sebagai doktrin pelaksanaan
pembangunan nasional. Strategi dan kebijaksanaan, program-program
pembangunan setiap sektor pembangunan nasional dijiwai dan mengacu pada
pencapaian Trilogi Pembangunan Nasional tersebut. Upaya pencapaian Trilogi Pembangunan diwujudkan melalui pembangunan ekonomi dengan titik berat pada pertanian primer.
Selama
25 Tahun pembangunan ekonomi dengan titik berat pertanian berlangsung,
pertumbuhan ekonomi mampu mencapai sekitar 7 persen pertahun, laju
inflasi dapat dikendalikan dibawah dua digit, swasembada beras tercapai
pada tahun 1984, pendapatan perkapita meningkat dari sekitar US $ 70
pada tahun 1969 menjadi sekitar US $ 700 pada akhir PJP I.
Dengan
perubahan struktur perekonomian nasional yang demikian, pada tahap
selanjutnya prioritas pembangunan ekonomi nasioanl mengalami perubahan.
Pembangunan industri yang didukung oleh pertanian yang tangguh menjadi
titik berat pembangunan ekonomi nasional. Disini muncul pertanyaan
besar, bagaimana wujud pembangunan industri yang didukung pertanian
tangguh. Disini dapat diartikan bahwa industri yang perlu dikembangkan
adalah industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi
produk olahan, yakni agroindustri. Namun sekali lagi adalah bahwa
agroindustri tidak mungkin berkembang dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia, bila tidak didukung oleh pertanian primer sebagai penghasil bahan baku. Kemudian,
pertanian primer tidak akan mampu berkembang bila tidak didukung oleh
pengembangan industri-industri yang menghasilkan sarana produksi
(industri hulu pertanian). Dan agroindustri, pertanian primer dan
industri hulu pertanian tidak dapat berkembang dengan baik bila tidak
didukung oleh sektor atau lembaga yang menyediakan jasa yang dibutuhkan.
B. AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM
Agribisnis
sebagai suatu sistem adalah agribisnis merupakan seperangkat unsur yang
secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini
dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem
yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara
reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas.
Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi
Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran.
Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi,
teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input
usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis,
tepat mutu dan tepat produk.
b. Subsistem Usahatani atau proses produksi
Sub
sistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam
rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam
kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi,
dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini
ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari),
artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara
intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya
alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang
berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi
primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar
dalam artian ekonomi terbuka
c. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup
kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat
petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan
pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan
dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi
primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan,
pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.
d. Subsistem Pemasaran
Sub
sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan
agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama
subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan
market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
e. Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi :
- Sarana Tataniaga
- Perbankan/perkreditan
- Penyuluhan Agribisnis
- Kelompok tani
- Infrastruktur agribisnis
- Koperasi Agribisnis
- BUMN
- Swasta
- Penelitian dan Pengembangan
- Pendidikan dan Pelatihan
- Transportasi
- Kebijakan Pemerintah
C. STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS
1. Pembangunan
Agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa yang
dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis.
Hal ini dapat diartikan bahwa perkembangan pertanian, industri dan jasa
harus saling berkesinambungan dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Yang
sering kita dapatkan selama ini adalah industri pengolahan
(Agroindustri) berkembang di Indonesia, tapi bahan bakunya dari impor dan tidak (kurang) menggunakan bahan baku yang dihasilkan pertanian dalam negeri. Dipihak lain, peningkatan
produksi pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan (
Membangun industri berbasis sumberdaya domestik/lokal). Sehingga perlu
pengembangan Agribisnis Vertikal.
2. Membangun Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif
yaitu melalui transformasi pembangunan kepada pembangunan yang
digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh inovasi. Sehingga
melalui membangun agribisnis akan mampu mentransformasikan perekonomian Indonesia
dari berbasis pertanian dengan produk utama (Natural resources and
unskill labor intensive) kepada perekonomian berbasis industri dengan
produk utama bersifat Capital and skill Labor Intesif dan kepada
perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama bersifat Innovation
and skill labor intensive. Dalam arti bahwa membangun daya saing produk
agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan
bersaing, yaitu dengan cara:
· Mengembangkan
subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan
subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir dan
membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada tahap
ini produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh
produk-produk lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.
· Pembangunan
sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Pada tahap ini
peranan Litbang menjadi sangat penting dan menjadi penggerak utama
sistem agribisnis secara keseluruhan. Dengan demikian produk utama dari
sistem agribisnis pada tahap ini merupakan produk bersifat Technology
intensive and knowledge based.
· Perlu
orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini
hanya pada peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai
tambah sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon
perubahan selera konsumen secara efisien..
3. Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis.
Oleh karena itu untuk menggerakkan Sistem agribisnis perlu dukungan
semua pihak yang berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis
mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang
Dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.
4. Menjadikan Agroindustri sebagai A Leading Sector.
Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik
langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian.
Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan
baku
(input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan
perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan
keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan
bahan baku
(input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan
kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri, tidak akan berhasil
tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk,
industri pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat
produksi pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin
perontok dan industri mesin pengolah lain. Dikatakan Agroindustri sebagai A Leading Sector apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Memiliki
pangsa yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga
kemajuan yang dicapai dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara
total.
b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.
c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup besar sehingga mampu menarik pertumbuhan banyak sektor lain.
d. Keragaan
dan Performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif dalam
membangun daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal.
e. Tingginya elastisitas harga untuk permintaan dan penawaran.
f. Elastisitas Pendapatan untuk permintaan yang relatif besar
g. Angka pengganda pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif besar
h. Kemampuan menyerap bahan baku domestik
i. Kemampuan memberikan sumbangan input yang besar.
5. Membangun Sistem agribisnis melalui pengembangan Industri Perbenihan
Industri Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan atribut produk agribisnis secara keseluruhan. Atribut
dasar dari produk agribisnis seperti atribut nutrisi (kandungan zat-zat
nutrisi) dan atribut nilai (ukuran, penampakan, rasa, aroma dan
sebagainya) serta atribut keamanan dari produk bahan pangan seperti
kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan racun juga ditentukan
pada industri perbenihan. Untuk membangun industri perbenihan
diperlukan suatu rencana strategis pengembangan industri perbenihan
nasional. Oleh karena itu pemda perlu mengembangkan usaha perbenihan
(benih komersial) berdasar komoditas unggulan masing-masing daerah, yang
selanjutnya dapat dikembangkan menjadi industri perbenihan modern. Pada
tahap berikutnya daerah-daerah yang memiliki kesamaan agroklimat dapat
mengembangkan jenjang benih yang lebih tinggi seperti jenjang benih
induk,
6. Dukungan Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis.
Dalam
rangka memodernisasi agribisnis daerah, perlu pengembangan banyak jenis
dan ragam produk industri agro-otomotif untuk kepentingan setiap sub
sistem agribisnis. Untuk kondisi di Indonesia
yang permasalahannya adalah skala pengusahaan yang relatif kecil, tidak
ekonomis bila seorang petani memiliki produk agro-otomotif karena
harganya terlalu mahal. Oleh karena itu perlu adanya rental
Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau perusahaan
agro-otomotif itu sendiri.
Dukungan Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis.
Pada
waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem
Networking baik vertikal(dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama
perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan
pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah perusahaan
terpusat pada satu perusahaan pupuk pemerintah. Oleh karena
perusahaan-perusahaan pupuk harus dibiarkan secara mandiri sesuai dengan
bisnis intinya dan bersaing satu sama lain dalam mengembangkan
usahanya. Sehingga terjadi harmonisasi integrasi dalam sistem
agribisnis. Serta perlu dikembangkan pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal
yang selama ini dikembangkan.
7. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis.
Perlu adanya perubahan fungsi/paradigma Koperasi Agribisnis, yaitu untuk:
a. Meningkatkan kekuatan debut-tawar (bargaining position) para anggotanya.
b. Meningkatkan daya saing harga melalui pencapaian skala usaha yang lebih optimal.
c. Menyediakan produk atau jasa, yang jika tanpa koperasi tidak akan tersedia.
d. Meningkatkan peluang pasar
e. Memperbaiki mutu produk dan jasa
f. Meningkatkan pendapatan
g. Menjadi Wahana Pengembangan ekonomi rakyat
h. Menjadikan
koperasi sebagai Community based organization, keterkaitan koperasi
dengan anggota dan masyarakat sekitar merupakan hal yang paling esensial
dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
i. Melakukan kegiatan usaha yang sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi anggota.
j. Perlu
mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama
menjadi koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai
koperasi agribisnis. Perlu kegiatan-kegiatan usaha yang mendukung
distribusi, pemasaran dan agroindustri berbasis sumberdaya lokal serta
perlu melakukan promosi untuk memperoleh citra positif layaknya sebuah
koperasi usaha misalnya: Koperasi Agribisnis atau Koperasi Agroindustri
atau Koperasi Agroniaga yang menangani kegiatan usaha mulai dari hulu
sampai ke hilir.
8. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi agribisnis. Dalam
membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi,
dan informasi pengolahan serta informasi pasar.
9. Tahapan pembangunan cluster Industri Agribisnis.
Tahapan pembangunan sistem agribisnis di Indonesia:
a. Tahap
kelimpahan faktor produksi yaitu Sumberdaya Alam dan Tenaga Kerja tidak
terdidik. Serta dari sisi produk akhir, sebagian besar masih
menghasilkan produk primer. Perekonomian berbasis pada pertanian.
b. Akan
digerakkan oleh kekuatan Investasi melalui percepatan pembangunan dan
pendalaman industri pengolahan serta industri hulu pada setiap kelompok
agribisnis. Tahap ini akan menghasilkan produk akhir yang didominasi
padat modal dan tenaga kerja terdidik, sehingga selain menambah nilai
tambah juga pangsa pasar internasional. Perekonomian berbasis industri
pada agribisnis.
c. Tahap
pembangunan sistem agribisnis yang didorong inovasi melalui kemajuan
teknologi serta peningkatan Sumberdaya manusia.Tahap ini dicirikan
kemajuan Litbang pada setiap sub sistem agribisnis sehingga teknologi
mengikuti pasar. Perekonomian akan beralih dari berbasis Modal ke
perekonomian berbasis Teknologi.
10. Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah
Pembangunan
Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri berbasis
Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap
daerah.
11. Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.
Untuk
membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga
pembiayaan memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari
perbankan akan sangat menentukan maju mundurnya agribisnis daerah.
Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya alokasi kredit perbankan
pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm agribisnis. Selama 30
tahun terakhir, keluaran kredit pada on farm agribisnis di daerah hanya
kurang dari 20 % dari total kredit perbankan. Padahal sekitar 60 % dari
penduduk Indonesia
menggantungkan kehidupan ekonominya pada on farm agribisnis. Kecilnya
alokasi kredit juga disebabkan dan diperparah oleh sistem perbankan yang
bersifat Branch Banking System. Sistem Perbankan yang demikian selama
ini, perencanaan skim perkreditan (jenis, besaran, syarat-syarat)
ditentukan oleh Pusat bank yang bersangkutan/sifatnya sentralistis, yang
biasanya menggunakan standart sektor non agribisnis, sehingga tabungan yang berhasil dihimpun didaerah, akan disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak akan kembali ke daerah lagi. Oleh
karena itu perlunya reorientasi Perbankan, yaitu dengan merubah sistem
perbankan menjadi sistem Unit Banking system (UBS), yakni perencanaan
skim perkreditan didasarkan pada karakteristik ekonomi lokal. Kebutuhan
kredit antara subsistem agribisnis berbeda serta perbedaan juga terjadi
pada setiap usaha dan komoditas. Prasyarat
agunan kredit juga disesuaikan. Disamping agunan lahan atau barang
modal lainnya, juga bisa penggunaan Warehouse Receipt System (WRS) dapat
dijadikan alternatif agunan pada petani. .WRS adalah suatu sistem
penjaminan dan transaksi atas surat tanda bukti (Warehouse Receipt).
12. Pengembangan strategi pemasaran
Pengembangan
strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama
menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami
perubahan, keadaan pasar heterogen. Dari
hal tersebut, sekarang sudah mulai mengubah paradigma pemasaran menjadi
menjual apa yang diinginkan oleh pasar (konsumen). Sehingga dengan
berubahnya paradigma tersebut, maka pengetahuan yang lengkap dan rinci
tentang preferensi konsumen pada setiap wilayah, negara, bahkan etnis
dalam suatu negara, menjadi sangat penting untuk segmentasi pasar dalam
upaya memperluas pasar produk-produk agribisnis yang dihasilkan. Selain
itu diperlukan juga pemetaan pasar (market mapping) yang didasarkan
preferensi konsumen, yang selanjutnya digunakan untuk pemetaan produk
(product mapping).. Selain itu juga bisa dikembangkan strategi pemasaran
modern seperti strategi aliansi antar produsen, aliansi
produsen-konsumen, yang didasarkan pada kajian mendalam dari segi
kekuatan dan kelemahan.
13. Pengembangan sumberdaya agribisnis.
Dalam pengembangan sektor agribisnis agar dapat menyesuaikan diri
terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis,
khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan
kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan
agribisnis. Dalam pengembangan teknologi, yang perlu dikembangkan
adalah pengembangan teknologi aspek: Bioteknologi, teknologi Ekofarming,
teknologi proses, teknologi produk dan teknologi Informasi. Sehingga
peran Litbang sangatlah penting. Untuk mendukung pengembangan jaringan
litbang diperlukan pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan
mengkomunikasikan informasi pasar, mengefektifkan arus informasi antar
komponen jaringan, mengkomunikasikan hasil-hasil litbang kepada pengguna
langsung dan mengkomunikasikan konsep dan atribut produk agribisnis
kepada konsumen. Dalam pengembangan SDM Agribisnis perlu menuntut
kerjasama tim (team work) SDM Agribisnis yang harmonis mulai dari SDM
Agribisnis pelaku langsung dan SDM Agribisnis pendukung sektor
agribisnis.
14. Penataan dan pengembangan struktur Agribisnis.
Struktur agribisnis yang tersekat-sekat telah menciptakan masalah
transisi dan margin ganda. Oleh karena itu penataan dan pengembangan
struktur agribisnis nasional diarahkan pada dua sasaran pokok yaitu:
a. Mengembangkan
struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mengikuti suatu
aliran produk (Product Line) sehingga subsektor agribisnis hulu,
subsektor agribisnis pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir
berada dalam suatu keputusan manajemen.
b. Mengembangkan
organisasi bisnis (ekonomi) petani/koperasi agribisnis yang
menangangani seluruh kegiatan mulai dari subsistem agribisnis hulu
sampai dengan subsistem agribisnis hilir, agar dapat merebut nilai
tambah yang ada pada subsistem agribisnis hulu dan subsistem agribisnis
hilir.
Dalam penataan tersebut, ada 3 bentuk :
1. Pengembangan
koperasi agribisnis dimana petani tetap pada subsektor agribisnis
usahatani, sementara kegiatan subsektor agribisnis hulu dan hilir
ditangani koperasi agribisnis milik petani.
2. Pengembangan
Agribisnis Integrasi Vertikal dengan pola usaha patungan (Joint
Venture). Pada bentuk ini pelaku ekonomi pada subsektor hulu, primer dan
hilir yang selama ini dikerjakan sendiri-sendiri harus dikembangkan
dalam perusahaan agribisnis bersama yang dikelola oleh orang-orang
profesional.
3. Pengembangan
Agribisnis Integratif Vertikal dengan pola pemilikan
Tunggal/Grup/Publik, yang pembagian keuntungannya didasarkan pada
pemilikan saham
15. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis. Perlu perubahan orientasi lokasi agroindustri dari orientasi pusat-pusat konsumen ke orientasi sentra produksi bahan baku,
dalam hal ini untuk mengurangi biaya transportasi dan resiko kerusakan
selama pengangkutan. Oleh karena itu perlu pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada
peta perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan
kerjasama ekonomi. Serta berdasar Keunggulan komparatif wilayah.
Perencanaan dan penataan perlu dilakukan secara nasional sehingga akan
terlihat dan terpantau keunggulan setiap propinsi dalam menerapkan
komoditas agribisnis unggulan yang dilihat secara
nasional/kantong-kantong komoditas agribisnis unggulan, yang titik
akhirnya terbentuk suatu pengembangan kawasan agribisnis komoditas
tertentu.
16. Pengembangan Infrastruktur Agribisnis.
Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis, perlu dukungan
pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi
(laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan
domestik dan pelabuhan ekspor dan lain-lain.
17. Kebijaksanaan terpadu pengembangan agribisnis. Ada beberapa bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan agribisnis.
a. Kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.
b. Kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis.
c. Kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnisyang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor.
d. Kebijaksanaan
ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang
berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.
Beberapa kebijaksanaan operasional untuk mengatasi masalah dan mengembangkan potensi, antara lain:
1. Mengembangkan
forum komunikasi yang dapat mengkoordinasikan pelaku-pelaku kegiatan
agribisnis dengan penentu-penentu kegiatan agribisnis dengan
penentu-penentu kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi sistem agribisnis
keseluruhan, atau subsistem didalam agribisnis.
2. Forum tersebut terdiri dari perwakilan departemen terkait.
3. Mengembangkan dan menguatkan asosiasi pengusaha agribisnis.
4. Mengembangkan kegiatan masing-masing subsistem agribisnis untuk meningkatkan produktivitas melalui litbang teknologi untuk mendorong pasar domestik dan internasional.
18. Pengembangan agribisnis berskala kecil. Ada 3 kebijaksanaan yang harus dilakukan adalah:
a. Farming Reorganization
Reorganisasi
jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang
menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen
usahatani. Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang
rata-rata kepemilikan hanya 0,1 Ha.
b. Small-scale Industrial Modernization
Modernisasi teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen, serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar.
c. Services Rasionalization
Pengembangan
layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga penunjang kegiatan
agribisnis untuk menuju pada efisiensi dan daya saing lembaga tersebut.
Terutama adalah lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang khususnya
penyuluhan.
19. Pembinaan Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis dan ekonomi pedesaan. Dalam
era Agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor pendukung
pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek bisnis,
manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan
agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian
yang merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu perlu
peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus
singkat, studi banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini
sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, menjadi KLINIK KONSULTASI AGRIBISNIS
20. Pemberdayaan sektor agribisnis sebagai upaya penaggulangan krisis pangan dan Devisa. Perlu langkah-langkah reformasi dalam memberdayakan sektor agribisnis nasional, yaitu:
a. Reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi dari industri canggih kepada industri agribisnis domestik.
b. Kebijakan penganekaragaman pola konsumsi berdasar nilai kelangkaan bahan pangan.
c. Reformasi pengelolaan agribisnis yang integratif, yaitu melalui satu Departemen yaitu DEPARTEMEN AGRIBISNIS
d. Pengembangan agribisnis yang integrasi vertikal dari hulu sampai hilir melalui koperasi agribisnis.
*) Dosen Jurusan Penyuluhan Pertanian, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Yogyakarta. Disampaikan pada Seminar Mahasiswa pada tanggal 20 Desember 2006 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
sumber : http://mencholeo.wordpress.com/category/membangun-bisnis-pertanian/
0 Comments On "MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS DI INDONESIA"
Posting Komentar